Perjalanan Penyetaraan Ijazah (Bag.1)

Karena ada beberapa keperluan dan rencana, saya perlu menyetarakan ijazah S2 dari luar negeri agar 'diakui' sesuai dengan sistem pendidikan di Indonesia. Memang perlu sabar ternyata. Karena, meskipun sudah menggunakan sistem daring, prosesnya berbulan-bulan dan hingga kini belum selesai.

Sebelum lanjut, mungkin perlu dibahas terlebih dahulu. Perlu ya penyetaraan ijazah? Jawaban saya sih tergantung. Kalau memang ada rencana karir di jalur akademik, tentunya perlu. Karena biasanya posisi-posisi tenaga akademik meminta bukti bahwa ijazah kita diakui di Indonesia. Tapi jika pekerjaan tidak meminta dokumentasi, tentunya lebih baik menghindari prose psenyetaraan ini. Karena oh karena, lama ternyata.

Yang kedua, perlu jika ada rencana melanjutkan pendidikan yang menggunakan sistem yang berbeda. Misalnya seperti saya, ijazah S2 saya menggunakan sistem yang berlaku di Inggris. Jadi, nilai akhir tidak seperti di Indonesia yang menggunakan IPK. Di dalam ijazah tidak ada rata-rata IPK selama studi. Yang ada adalah kategorisasi DistinctionMeritPass, atau Fail. Jika dibadingkan secara kasar, distinction itu kurang lebih sama dengan summa cum laudemerit di sekitar 3,3 hingga 3,7, pass adalah setidaknya 2,7 hingga kurang lebih 3, dan fail tentunya angka yang lebih rendah lagi.  Waktu itu, saya ada keperluan aplikasi yang memerlukan konversi dari sistem Inggris ke IPK. Berhubung kampus tidak berkenan melakukan konversi, jadi saya mencoba penyetaraan ijazah lewat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Dari penyetaraan itu nantinya bisa meminta konversi nilai.

Pertimbangan selanjutnya untuk penyetaraan atau tidak adalah melihat kurikulum program studi kita di luar negeri apakah sama dengan kriteria tingkat pendidikan yang ditetapkan Kementerian Pendidikan. Misalnya, apakah kita mengerjakan tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi, atau bentuk-bentuk penulisan akademik yang lain yang setara dengan prasyarat mendapat gelar sarjana atau doktor di Indonesia. Saya mendapat cerita dari salah satu teman yang kemudian memutuskan tidak melanjutkan proses penyetaraan ijazah karena hal ini. Singkatnya, dia lulus sarjana dari salah satu universitas di luar negeri yang tidak mensyaratkan pemulisan skripsi sebagai syarat mendapat gelar tersebut. Ya karena sistem di sana seperti itu ya itu dianggap lumrah dan dia tetap mendapat gelar Bachelor of ... (titik-titik saja ya, biar tidak sebut merk). Waktu melakukan penyetaraan ijazah, ternyata teman saya ini dianggap hanya sebatas diploma bukan sarjana karena tidak melakukan penulisan tugas akhir tersebut. Kalau sudah seperti ini sih mending tidak usah melakukan penyetaraan. Ada juga pengaturan khusus untuk lulusan Australia, hanya bisa setara sarjana jika mendapat Bachelor of Honours a.k.a membuat skripsi. Lengkapnya ada di sini https://ijazahln.kemdikbud.go.id/ijazahln/site/faq.html. 

Berdasarkan penelusuran, proses penyetaraan ijazah nampaknya sekarang lebih mudah karena tidak perlu lagi datang langsung ke kantor Dikti. Hanya perlu membuat akun dan mengisi formulir di https://ijazahln.kemdikbud.go.id/ijazahln/. Saya juga sempat berharap, proses penyetaraan tidak memakan waktu yang lama karena waktu itu tenggat waktu aplikasi saya sudah mepet.

Tapi, harapan ya tinggal harapan. Saat saya membuat tulisan ini, proses penyetaraan ijazah saya sudah memasuki bulan keempat. Dan, benar sekali! Belum selesai.

Sesuai prosedur, awalnya saya membuat akun di portal penyetaraan ijazah tersebut. Di bagian awal, hanya mengisi data diri, mengunggah foto, dan scan identitas. Setelah pengisian data diri, saya berganti ke data pendidikan yang ingin disetarakan. Nah, di bagian ini perlu mengisi data universitas dan memilih program yang telah kita ambil. Di bagian ini kita tidak bisa tinggal mengisi, tapi hanya bisa memilih data yang sudah disediakan dengan sistem drop down di setiap kolom. Singkatnya, hanya universitas dan program yang sudah terdaftar di portal tersebut yang bisa disetarakan. Masalahnya, program yang terdaftar tersebut bukan berdasarkan kompilasi yang dilakukan sistem Dikti, tapi berdasarkan pengajuan individu yang ingin melakukan penyetaraan. Jadi, jika kakak angkatan program kita belum ada yang pernah mengajukan penyetaraan, otomatis kita harus mengajukan program tersebut terlebih dulu.

Program studi saya adalah salah satu yang ternyata belum terdaftar di sistem Dikti. Jadi, saya tidak bisa mngajukan penyetaraan jika belum mengusulkan nama program studi. Saya sebenarnya sudah mengantisipasi hal ini dan sudah mencicil printilan syarat-syarat pengajuan program studi. Syaratnya adalah bukti akreditasi universitas terkait. Jika tidak ada (karena tidak semua universitas di luar punya sistem akreditasi seperti di Indonesia), maka bisa menggunakan pengantar dari Kedutaan RI yang ada di negara kita menempuh pendidikan. Meminta pengantar ke KBRI ini cukup mudah, hanya perlu mengirim email dan melampirkan scan ijazah. Prosesnya juga sangat cepat. Waktu mengurus ke KBRI London, hanya selang satu hari setelah mengirim email saya sudah bisa mendapatkan pengantar. 

Saya mengunggah surat pengantar dan scan ijazah untuk pengajuan program studi pada 29 Januari 2021. Karena merasa sudah mengunggah dokumen yang diperlukan, saya sangat berharap waktu itu proses pengajuan program bisa cepat diterima. Cuma pengajuan nama program studi lho, ya masa lama sih?

Ternyata, lama. 

Untungnya, saya bisa meminta kelonggaran terkait konversi nilai untuk kepentingan aplikasi saya. Pasalnya, hingga akhir April 2021, status pengajuan program studi di akun saya masih 'diproses'. Tiga bulan proses pengajuan program ternyata tidak ada kemjuan sedikit pun. Karena khawatir ada persyaratan yang kurang, saya pun mencoba menggunakan fasilitas direct chat yang ada di portal penyetaraan ijazah. Fasilitas ini ada di bagian kanan bawah laman penyetaraan. Kalau tidak salah ingat, saya mengirim hingga 2 kali, di sekitar Maret dan awal April. Tidak satupun mendapat balasan.

Karena sudah tidak sabar (3 bulan!!!), saya akhirnya memutuskan mengirim pesan pribadi ke akun instagram Ditjen Dikti. Saya menjelaskan kronologi pengajuan saya yang sudah 3 bulan dan meminta kejelasan apakah ada dokumen yang kurang lengkap sehingga usulan program saya belum juga diproses. Beruntung, admin IG Ditjen Dikti ini cukup responsif. Pesan saya dibalas dalam 2 jam (ini cukup cepat kan dibanding 3 bulan???). Admin meminta data pengusulan program tsb, antara lain nama lengkap, program studi yang diajukan, nama universitas, negara, dan tanggal pengajuan. 

Setelah saya melengkapi data yang diminta via pesan IG tsb, admin membalas "Mohon ditunggu 7-14 hari kerja ke depan, untuk pengajuan tersebut akan kami konfirmasi ke unit terkait". Dalam hari, ya sudah lah nunggu lagi.

Ternyata...

Dalam sekitar 1,5 jam saya mendapat email konfirmasi dari portal penyetaraan ijazah bahwa usulan program studi saya sudah diterima dan dapat melanjutkan proses penyetaraan ijazah.

Kalau sudah seperti ini, media sosial sangat berguna yaaaaa 😂

Sabar, pernjalanan penyetaraan belum berakhir.

Saya baru melanjutkan ke bagian proses penyetaran ijazah yang sebenar-benarnya pada 10 Mei 2021. Pasalnya, saya masih menunggu email dokumen dari kampus yang baru buka pasca lockdown pada 4 Mei 2021. Ya begitulah memang. Terima saja sudah.

Saya mengunggah semua dokumen yang diminta dan dokumen yang sekiranya diperlukan pada 10 Mei 2021. Antara lain silabus dan kurikulum pengajaran. Jika perlu informasi dokumen apa saja yang diperlukan, daftar lengkapnya ada di https://ijazahln.kemdikbud.go.id/ijazahln/site/tata-cara.html

Selain dokumen yang disyaratkan, perlu diperhatikan juga kapan kita enter submit di portal penyetaraan ini. Masalahnya, Dikti hanya memproses 50 pengajuan penyetaraan per hari. Jika kita submit ketika kuota sudah penuh, perlu mengulang lagi keesokan harinya. Cara saya untuk mengakali ini adalah upload semua dokumen yang disyaratkan sebelum hari saya ingin submit pengajuan penyetaraan ini. Mengunggah dokumen-dokumen ini sebenarnya masalah gampang, tapi bisa makan waktu lama juga. Kenapa? Karena ada batas maksimal ukuran dokumen yang bisa diunggah, yaitu 3 MB saja. Jadi, pengalaman saya, saya harus mengecilkan banyak dokumen terlebih dahulu, terutama waktu upload silabus dan kurikulum yang ukurannya ratusan MB. Jadi, sehari sebelum ingin submit, saya sudah cek ulang semua dokumen. Waktu hari H, saya klik submit sekitar pukul 8.30 pagi. Sebenarnya sih berencana mengirim jam 8 teng, biar antrian paling depan dan tidak kehabisan kuota. Tapi, dengan pertimbangan waktu itu masih bulan puasa, ya sudahlah mungkin antrian tidak terlalu panjang. (Ini entah apa hubungannya hehe)

Kali ini saya mendapat kabar yang lebih cepat meski proses penyetaraan belum tuntas. Saya mendapat email dari portal penyetaraan ijazah pada 18 Mei 2021. Isinya kurang lebih bahwa pengajuan penyetaraan saya sedang dalam proses penunjukan ke tim penilai. Belum, belum selesai.

Semoga segera ada kabar selanjutnya.


Comments

  1. Hi mba Rara, semoga dalam keadaan sehat.
    Saat ini saya sedang dalam proses penyetaraan ijazah, kalau boleh tau surat keterangan pendamping ijazah mba waktu lalu didapatkan dari mana ya?
    Saya bingung untuk hal ini apakah harus dalam bentuk surat bertanda tangan atau boleh screenshot dari website kampus (mungkin)?

    Thanks mba, semoga berkenan menjawab

    ReplyDelete
  2. Halo Kak Festy. Saya agak kurang yakin yang dimaksud dengan surat keterangan pendamping ijazah. Saya waktu itu melampirkan surat pengantar dari KBRI di London. Kalau dari kampus sebenarnya ada semacam 'confirmation of award' tapi waktu itu seingat saya tidak diminta karena bisa melampirkan scan ijazah asli saya. Semoga membantu

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts