Serba-serbi LSE: 10 Hal Penting Tapi Gak Penting

Sesuai dengan judul artikel ini, saya ingin berbagi beberapa hal remeh-temeh berdasarkan pengalaman setahun berkampus di LSE.

Sebagai pengingat di awal, tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman kuliah periode 2019-2020. Jadi, mungkin ada beberapa hal yang telah berubah terutama terkait dengan protokol kesehatan yang diterapkan di kampus.

1. Toilet pakai bidet
Ya, benar ini saya hendak bahas soal toilet. Karena ini satu hal yang sangat, sangat penting, terutama bagi orang-orang yang terbiasa cebok. Jadi, hampir seluruh toilet duduk di gedung-gedung kampus tidak menggunakan bidet alias selang yang bisa menyemprot air untuk bersih-bersih setelah kencing atau BAB. Toilet dengan sistem semprot yang tinggal pencet juga tidak ada. Hanya satu gedung yang memiliki toilet dengan bidet, yaitu gedung Saw Swee Hock Student Center. 

Toilet di Student Center ini terletak di lantai 1 (sekali naik tangga putar atau lift), di sebelah Denning Learning Cafe. Selain ada bidet, di dalam masing-masing kubikel toilet ada wastafel. Jadi, tidak perlu harus keluar dulu untuk cuci tangan. Sabun cuci tangan, cairan pembersih tutup toilet, dan tisu toilet juga sudah tersedia di dalam wastafel. Hanya saja, toilet ini campur. Tapi, tidak ada masalah juga sih karena banyak kubikel yang tersedia. Jadi, kalau tidak kebelet banget atau sedang ada kelas, saya rela jalan agak jauh atau memutar ke Student Center agar bisa ke toilet yang ada bidet ini 😊

Satu bonus penting lagi di toilet Student Center ini: sering ada persediaan pembalut dan tampon gratis. Jadi, jika mendadak menstruasi atau tidak ada cadangan di tas, bisa mengambil di toilet ini.

2. Free Food dan Microwave
Tentunya ada beberapa kantin di kampus dan lokasi LSE yang di pusat kota juga berari banyak tempat makan di sekitarnya. Tapi, jika ingin hemat budget ada cara mendapatkan makanan gratis di kampus:) Biasanya, setiap jam 12-2 siang, akan ada bapak-bapak/mas-mas dengan kereta dorong bersepeda bertuliskan Hare Krishna yang membagikan makanan gratis. Sebenarnya sih gratis, tapi jika mau ikut berdonasi beberapa pounds, mereka senang sekali. Makanan yang dibagikan biasanya semacam bubur kacang hijau bumbu kari (manis dan tidak pedas), seringkali menggunakan baby potato juga, dan keripik atau roti. Penampilannya kurang menarik, tapi boleh lah kalau untuk mengganjal perut. Makanan dibagikan di atas piring kertas. Tapi, pada saat membagikan makanan, bapak-bapak/mas-mas Hare Krishna ini akan menunjuk tulisan kalau sebaiknya membawa tempat dan alat makan sendiri untuk mengurangi sampah. Ini murni membagikan makanan gratis tanpa embel-embel sosialisasi agama tertentu. Mereka sempat membagi-bagi buku juga sih (yang kemudian saya tinggal di ruang baca flat hehe)

Sumber makanan gratis berikutnya adalah acara-acara yang digelar di kampus. Ada banyak format acara, seperti diskusi terbuka dengan staf kampus. Nah, kalau acara ini biasanya setidaknya ada pizza. Lalu, ada juga acara promosi vegetarianisme. Waktu itu sempat ikut sekali, meski hanya ikut di awal karena ada kelas. Banyak sekali makanan yang enak dicoba, dari salad dengan quinoa sampai daging vegan yang terbuat dari tanaman. Lumayan kalau sedang bosan makan siang dari Hare Krishna.

Kalau semisal membawa makan siang sendiri, ada juga fasilitas microwave di kampus. Seingat saya ada dua gedung dengan fasilitas microwave untuk semua orang, di Student Center lantai 2 dan di Old Building). Jika ingin menggunakan, lebih baik menghindari jam makan siang, karena akan banyak yang antre.

3. Tempat mojok
Mahasiswa baru biasanya akan mendapat buku panduan di kampus dengan segala macam printilan tentang lokasi belajar di kampus. Bagi saya, ada 2 tempat yang paling oke, nyaman, dan jarang ramai. Pertama, Shaw Library atau sering juga disebut the Founder's Room. Kenapa bernama Founder's Room? Karena ruangan ini berisi foto-foto kepala sekolah-kepala sekolah LSE dari awal berdiri pada 1895. Founder's Room ini punya dua area, indoor dan outdoor. Waktu itu tidak sempat mencoba area outdoor waktu musim panas, karena masih lockdown. Jadi, saya hanya sempat mojok waktu musim gugur dan dingin, di kursi empuk dengan sandaran punggung yang tinggi, dan sengaja memilih kursi yang dekat dengan pemanas. Sayangnya Founder's Room ini sering sekali dipakai untuk acara. Waktu periode 2019-2020, ada acara reguler pentas musik klasik setiap hari Kamis. Ini menarik juga sih, lumayan refreshing di antara jadwal kuliah. Sering juga ada acara diskusi panel di Founder's Room. Jika ini yang terjadi, maka pilihan mojok kedua saya adalah pod individu di Fawcett House (kalau tidak salah di lantai 3, dekat dengan Wellbeing Service). Pod di sini mirip dengan yang ada di New Building lantai dasar. Hanya ada 4 atau 5 pod di Fawcett, jadi memang lebih sepi dan sayangnya cepat terisi juga.

Kalau dua tempat favorit itu penuh, saya biasanya menuju Clement House lantai dasar. Nah, di sini, di depan pintu Hong Kong theatre ada pod juga. Jarang yang duduk di sini, mungkin karena Clement House itu ada di sisi luar kampus LSE, jadi agak sedikit memutar jika harus ke gedung-gedung lain. Jika sedang membawa bekal makan siang, saya biasanya makan di pod Clement House ini. Atau sekedar menunggu kelas berikutnya karena kebetulan ada beberapa kelas saya yang menggunakan Clement House. 

4. Entertainment premium access
Akun email LSE ternyata berguna tidak hanya untuk akses jurnal-jurnal, materi akademik lain, atau ke media seperti FT dan The Economist. Ada akses untuk hura-hura 😎😎😎 Untuk mahasiswa baru, biasanya akun email bisa digunakan untuk subscribe beberapa kanal premium untuk beberapa bulan. Waktu itu saya dapat akses Amazon jadi bisa dapat one day delivery gratis dan premium akses ke konten Amazon Prime. Lumayan binge watching kalau sedang stress (saya tamat Smallvile dari season 1 hingga 10, Mr. Robot, lanjut seasons Vikings yang belum sempat nonton, 3 season The Marvelous Mrs. Maisel, dan entah apalagi). Selain itu, dapat akses untuk Youtube premium juga. 

Nah, trik penting menggunakan fasilitas akses gratis ini adalah JANGAN DIAKTIFKAN BERSAMAAN. Lebih baik bergantian sehingga ketika satu akses sudah berakhir periode gratis, maka masih ada sumber kesenangan dari provider yang lain.

5. Antre Tiket Acara 
Waktu masih ada kelas dan kegiatan tatap muka, LSE sering menggelar public lecture dengan pembicara-pembicara kenamaan. Saking kenamaannya, acara ini biasanya dibatasi dan yang ingin hadir harus mengambil tiket. Tidak ada biaya untuk tiket ini, tapi perlu niat dan tenaga untuk antre. Ketika ada suatu acara, biasanya ada pengumuman via email atau di website (lebih aman subscribe LSE events agar mendapat update acara) terkait kapan tiket bisa diambil. 

Pengambilan tiket biasanya pagi hari, sekitar jam 9 atau 10. Nah, masalah dengan pengambilan tiket ini adalah sangat cepat habis. Untuk public lecture dengan Thomas Piketty misalnya, tiket habis dalam 5 menit. Jadi, meski  dibuka jam 10, mungkin perlu datang di lokasi pengambilan tiket (biasanya di LSE Shop) 30 menit atau 1 jam sebelumnya. Jika tidak, pasti dapat antrean paling belakang dan tidak dapat tiket. Sedikit cerita, saya waktu itu ingin mengkuti acara dengan pembicara Professor Piketty. Karena sudah mengantisipasi bahwa akan banyak yang ingin ikut acara, saya datang ke kampus sekitar jam 9.30 untuk antre ambil tiket yang dibuka jam 10. Selain mengantisipasi antrean panjang, saya perlu mendapat tiket secepatnya karena ada kelas jam 10. Saat sampai di lokasi jam 9.30, antrean sudah mengular dan benar tiket habis dalam 5 menit. Untung saja saya masih sempat kebagian. Ada juga teman yang sengaja izin ke toilet saat kelasnya berlangsung untuk mengantri tiket 😸

Dapat tiket yeay! Missing the old days of manually collecting ticket instead of a click for a zoom link.


6. Student Societies
Banyak sekali kegiatan ekstrakurikuler yang bisa diikuti selama kuliah di LSE. Tidak hanya kelompok mahasiswa berdasarkan asal negara, tapi juga berdasarkan hobi dan ketertarikan, mulai dari grup dayung sampai grup diskusi Marxist. Untuk jadi anggota, cukup membayar 2 pounds (sepertinya 2 pounds, kurang lebih lah hehe). Waktu itu yang resmi saya ikuti adalah LSESU (Student Union) Energy Society, dan sempat ikut visit ke kantor Lightsource BP (perusahaan patungan BP yang bergerak di pengembangan energi surya). Yang sempat ingin ikut adalah LSESU Photography, tapi tidak sempat ikut acara karena terlanjur lockdown. Sempat juga ikut diskusi-diskusi kecil, seperti yang diorganisir LSESU Marxists Society. Sebaiknya menyempatkan kegiatan-kegiatan seperti ini. Alasan klise tentu menambah teman dan koneksi. Tapi, yang paling penting, karena sebagian uang kuliah itu dialokasikan ke student unions ini. Jadi, jika ikut kegiatan, sebenarnya itu untuk klaim biaya kuliah yang sudah dikeluarkan juga (realis! gak mau rugi 😼)

7. Nongkrong Bersama Dosen
Ini sempat dengan dari dosen mentor. Jadi, setiap dosen di LSE itu dapat meminta anggaran untuk kegiatan di luar kelas. Nah, ada beberapa variasi kegiatan ini. Salah satunya adalah sesi bebas di pub atau restoran. Tentunya, ditraktir dosen tersebut 💃💃💃. Tapi, balik lagi sih, itu juga sebenarnya uang kuliah mahasiswa, ya baguslah kalau kembali sebagian ke mahasiswa. Waktu itu, sempat juga ada dosen seminar yang berjanji akan membawa donat di sesi kelas pekan selanjutnya. Yang bersangkutan benar-benar membawa donat ke kelas. Tapi sayang, waktu itu tidak ada mahasiswa yang hadir karena saat itu sudah mulai lockdown antisipasi Covid-19, meskipun sekolah belum benar-benar tutup dan masih membolehkan mahasiswa datang. Mubazir donatnya.

Ada juga sesi nongkrong bersama dosen usai kelas di George IV, pub berumur 200 tahun yang letaknya di tengah-tengah di kampus. Yang ini sih tanpa ditraktir. Dan bisa bebas mengobrol apa saja dengan dosen. 

8. Akomodasi
Tiga nomor terakhir dalam tulisan ini agak sedikit serius. Yang pertama terkait akomodasi. Saya sering mendapat pertanyaan ini dari teman-teman yang juga ingin lanjut ke LSE.

Selama kuliah di LSE, saya tinggal di Lilian Knowles House (LKH). Lokasinya dekat dengan Liverpool Street Station. Ada beberapa jalur bus juga yang langsung menuju LSE. Saya terbiasa jalan kaki (untuk berhemat juga karena transport di London lumayan mahal), perlu sekitar 30-40 menit dari LKH untuk sampai ke LSE. Beruntung udara tidak sepanas di negara tropis. Jadi, jalan jauh pun tidak basah keringat hahaha. 

LKH ini adalah akomodasi khusus untuk mahasiswa LSE program master. Resminya, LKH adalah student accomodation LSE tapi manajemen dipegang privat, yaitu Sanctuary Students. Sebenarnya ada beberapa opsi akomodasi LSE lain yang lebih dekat dengan kampus. Tapi, tentu saja, biaya sewanya lebih mahal. Di LKH, saya mendapat kamar en suite (ada kamar mandi -toilet, wastafel, shower- di dalam kamar) dengan furnitur yang sudah disediakan (kasur, ranjang, meja, rak, lemari). Biaya sewa per minggu sekitar GBP164 (sudah termasuk listrik, wifi, kebersihan, dll). Untuk standard London, harga ini ternyata sudah sangat murah untuk fasilitas yang ada. Saya sempat melihat akomodasi lain yang lebih mahal dengan bahkan tanpa fasilitas en suite. LKH dulunya adalah refuge (rumah perlindungan) yang dibangun tahun 1868. Jadi, ada beberapa bagian yang memang terlihat bangunan lama. Tenang, setahun di LKH, saya tidak merasakan tanda-tanda keangkeran, meskipun sering ke dapur sekitar jam 2 pagi terutama saat bulan puasa. LKH ini menampung sekitar 200 mahasiswa pascasarjana, di 4 blok. Di dalam satu blok ada beberapa lantai dan di satu lantai ada 7-8 kamar, terkecuali lantai yang memang dikhususkan untuk studio. Di setiap lantai ada dapur bersama untuk 7-8 penghuni kamar tersebut. LKH menyediakan kompor listrik, oven, microwave, dan kulkas tapi tidak memfasilitasi peralatan makan dan memasak. Waktu itu sih saya kebetulan bawa panci yang bisa dipakai untuk menanak nasi dan menggoreng saat kemping beserta sendok dan sumpit yang memang sering dibawa ke mana-mana. Jadi, saya tidak membeli peralatan. Lagipula, waktu itu saya datang ke LKH agak terlambat karena urusan visa dan teman-teman satu lantai ternyata sudah membeli banyak peralatan memasak. Tinggal pakai 😆

Memilih akomodasi waktu kuliah memang agak rumit dan tergantung prioritas masing-masing. Kalau saya, waktu itu memprioritaskan kenyamanan dan privasi (dengan harga yang murah tentunya) sehingga memilih akomodasi en suite. Oh iya, pendaftaran student accommodation dilakukan secara daring setelah mendapat offer dari LSE. Setelah membuat akun, nanti akan ada pilihan prioritas apa yang dikehendaki. Dari prioritas tersebut, sistem LSE akan mengarahkan ke akomodasi yang sesuai. Prioritas kedua saya saat itu adalah akomodasi untuk mahasiswa pascasarjana saja. Mengapa? Karena mahasiswa undergraduate terkenal berisik. Setelah itu, saya ingin ada akses ke dapur yang mudah karena mau tidak mau memasak sendiri adalah pilihan paling logis untuk menghemat pengeluaran. Sebenarnya, ada beberapa akomodasi yang sudah termasuk katering. Tapi, kalau tidak salah akomodasi tersebut mencampur mahasiswa undergraduate dan postgraduate.

Tinggal di LKH sebenarnya cukup menyenangkan karena akses pun cukup mudah. Pengecualian tentunya ada. Pertama, entah bagaimana pemanas saya tidak terlalu berfungsi dan panas tidak menyebar ke ruangan. Akibatnya, saya membeli kipas pemanas tambahan karena tidak kuat dingin. Kedua, alarm LKH luar biasa. Sering sekali alarm berbunyi, tapi sebenarnya tidak ada kebakaran. bahkan, sering alarm berbunyi waktu tengah malam. Ketiga, ini yang paling parah, pernah ada kerusakan listrik di blok sebelah yang mempengaruhi blok saya. Waktu itu ada semacam kebocoran dari dapur yang kemudian menggenangi sistem listrik sehingga terjadi korsleting. Parahnya, ini terjadi di hari-hari awal setelah pengumuman lockdown nasional. Jadi, suasana lumayan kacau di LKH: sebagian listrik mati dan banyak mahasiswa yang menyeret koper besar meninggalkan LKH karena ingin pulang sebelum negara masing-masing memberlakukan pembatasan perjalanan. Ini juga yang membuat teman-teman satu lantai saya memutuskan pulang ke negara masing-masing. Padahal, saat awal lockdown diumumkan, mereka memustukan tetap ada di London. Tapi, kekacauan listrik hingga 3 hari! membuat mereka memilih pulang. Masalahnya, perjalanan pulang mereka tidak sampai 18 jam seperti jika saya harus pulang ke Indonesia lebih cepat. Jadi, waktu lockdown saya tinggal sendiri di satu lantai yang sebelumnya diisi 7 orang di 7 kamar berbeda. Yaaa, ambil positifnya saja. Saya punya dapur beserta fasilitasnya untuk sendiri 😜 

9. Ujian
Bagian ini sebenarnya berkaitan dengan pemilihan mata kuliah. Yang perlu diperhatikan ketika memilih mata kuliah/kelas yang ingin diambil adalah jangan sampai waktu ujian bersamaan di summer term. Singkatnya, periode aktif belajar di LSE ada 2, yaitu Michaelmas dan Lent. Ada dua periode ujian, yaitu winter/January exam dan summer exam (biasanya Mei-Juni). Masalahnya, tidak semua kelas yang dilakukan waktu Michaelmas term (October-December) akan ujian pada Januari melainkan pada saat summer term. Kelas Lent tentunya akan ujian waktu musim panas. Jika, salah berstrategi, maka ada kemungkinan mendapat semua ujian saat summer exam. Jika ini terjadi, hampir mirip bunuh diri namanya. Mengapa? Karena selain beban ujian yang menumpuk, saat itu mahasiswa program master sudah harus sambil memikirkan penulisan disertasi. Iya benar penulisan. Karena, seperti di jurusan saya, tetek-bengek pembimbing, topik, judul itu sudah dikerjakan sejak akhir Desember dan disertasi harus dikumpulkan pada pertengahan Agustus.

Sangat penting mempertimbangkan keseimbangan mata kuliah dan jadwal ujian. Rincian jadwal kuliah dan di periode apa ujian akan dilakukan biasanya sudah disampaikan di deskripsi mata kuliah yang akan dipilih. Jadi, tidak ada alasan anulir di belakang karena ujian yang bersamaan. Dari pengalaman saya, waktu Michaelmas saya mengambil 4 mata kuliah (masing-masing 0.5 credit), di mana 2 di antaranya akan summer exam. Waktu Lent, saya hanya mengambil 2 mata kuliah. Jadi, pada Januari saya ujian 2 mata kuliah dan saat summer 4 mata kuliah. Di kasus saya, ini lumayan membagi beban karena jurusan saya mengharuskan beberapa persyaratan disertasi diselesaikan Januari-Februari, di saat saya sembari harus fokus ujian. 

10. NHS
Ketika mendaftar visa pelajar ke UK, pelamar diharuskan juga untuk membayar biaya kesehatan agar nantinya bisa mendapat pelayanan dari NHS (semacam BPJS mungkin ya). Nah, ketika sampai di UK, sebaiknya segera mendaftar di perwakilan NHS terdekat. Nah, untuk mahasiswa LSE, ada fasilitas NHS di kampus, yakni St Philips Medical Center. Sebenarnya LSE tidak mewajibkan mahasiswa mendaftar NHS di sini. Namun, karena ada di LSE, St Philips ini lebih paham hal-hal yang berkaitan dengan administrasi kampus sehingga jika ada keperluan akan lebih mudah pengurusannya.

Sekian tulisan serba-serbi kuliah LSE yang ternyata panjang juga. Semoga berguna bagi yang ingin kuliah di LSE.

Comments

Popular Posts