Mengapa Indomaret dan Alfamart selalu berdekatan?
Dimana ada Indomaret, di situ ada Alfmart. Dan sebaliknya. Mengapa demikian?
Jawaban paling mudah dari pertanyaan ini tentu saja soal persaingan atau mungkin bahwa lokasi kedua toko ini memang strategis, misalnya di dekat pemukiman penduduk, di rest area jalan tol, atau di pinggir jalan yang banyak dilalui orang. Penjelasan ini masuk akal. Namun, muncul pertanyaan lanjutan apakah lokasi strategis hanya ada di satu titik? Bukankah lebih baik jika kedua toko ini menyebar sehingga tidak perlu bekompetisi dan dapat menjangkau pelanggan di masing-masing area?
Saya mencoba menjawab dengan cara yang agak rumit. Karena kalau rumit kenapa dibuat gampang. Karena oh karena Albert Einstein saja perlu dua papan tulis besar untuk menjelaskan E=MC2 (lihat foto di bawah).
(Sumber gambar: Topper and Vincent, 2007)
Kedekatan lokasi Indomaret dan Alfamart dapat dijelaskan dengan salah satu konsep dalam game theory, yaitu konsep yang dikembangkan oleh Harold Hotelling dan sering disebut sebagai Hotelling’s game. Logika dalam teori ini dapat diaplikasikan untuk menjelaskan dan memahami berbagai macam bentuk persaingan, seperti antara pedagang kelontong, baju, bensin, dan bahkan kandidat dalam pemilihan umum.
Dalam memahami persaingan antara Indomaret (I) dan Alfamart (A), mari kita bayangkan bahwa kedua toko waralaba ini adalah dua aktor yang bersaing memperebutkan pelanggan yang tinggal tersebar secara merata di sepanjang suatu jalan. Anggaplah ruas jalan ini terbentang dari titik 0 hingga 2. Untuk sementara, kita kesampingkan kualitas produk atau merek tertentu yang dijual masing-masing toko.
Dalam situasi seperti di atas, para pelanggan sewajarnya akan memilih toko dengan lokasi yang paling dekat dengan mereka. Misalnya, jika ada pelanggan yang berada di titik 1,5 sementara toko-toko berada di titik 0 dan 2, maka dia akan memilih datang ke toko yang terletak di titik 2.
Tapi, apakah toko-toko waralaba akan memilih lokasi di ujung jalan seperti gambar di atas? Sepertinya agak tidak mungkin, karena dengan asumsi bahwa toko-toko ini ingin memaksimalkan pendapatan, mereka pastinya ingin berada di lokasi yang dapat menjangkau banyak pelanggan. Jika ada di ujung, misal A di titik 2, A hanya akan menarik pelanggan yang berada di lokasi antara 1 dan 2. Kecil kemungkinan A dapat menarik pelanggan dari titik 0,7 misalnya, karena toko I tentunya lebih terjangkau bagi pelanggan ini.
Yang paling mungkin terjadi adalah toko A tidak akan memilih titik 2 tapi lokasi yang agak ke tengah sehingga dapat menjangkau lebih banyak pelanggan. Misalnya saja, A bisa jadi akan memilih berada di titik 1,5. Mengapa? Karena A masih akan cukup dekat dengan pelanggan yang ada di titik 2, atau 1,7, atau 1,2. Toko A juga masih cukup menarik perhatian pelanggan yang ada di titik 0,75 karena pelanggan di titik ini akan menempuh jarak yang sama jika harus berbelanja ke toko I atau A. Jadi, sederhananya, toko A memiliki cakupan area pelanggan hingga 62,5% (dari ruas jalan titik 0,75 hingga 2).
Dengan logika seperti di atas, di saat belum ada toko di ruas jalan 0-2, maka toko waralaba yang rasional akan memilih lokasi yang berada di titik 1, yaitu pertengahan jalan antara 0 dan 2. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan jangkauan hingga ke titik 0 dan 2.
Mari kita bayangkan seandainya salah satu toko sudah ada lebih dulu dibanding toko lainnya. Dimana toko yang lainnya ini (misalkan toko A ada lebih dahulu dan I baru akan berjualan) akan memilih lokasi? Jika toko I rasional, maka I tidak akan memilih titik di sebelah kanan atau kiri toko A yang memilih lokasi di tengah ruas jalan. I juga akan berupaya berada di tengah ruas jalan 0-2, yaitu di titik 1. Dalam situasi ini, seluruh pelanggan harus menuju titik 1 untuk berbelanja, terlepas dari apakah ada di antara mereka yang harus menempuh jarak yang lebih jauh dari yang lain. Di titik 1 ini, pelanggan juga kemudian akan memilih secara acak akan apakah akan berbelanja di toko I atau A.
Kondisi inilah yang di dalam Game Theory disebut sebagai Nash Equilibrium (Keseimbangan Nash), yaitu ketika setiap pemain mengambil strategi yang optimal baginya terhadap strategi pemain lain. Dalam keseimbangan ini, tidak ada pemain yang dapat mengubah strategi mereka karena perubahan tersebut hanya akan berbuah hasil yang tidak optimal.
Bukankah juga akan sama-sama menguntungkan jika I dan A masing-masing secara berurutan berada di titik 0,5 dan titik 1,5? Dengan posisi ini, bukankah I dan A juga akan berbagi pelanggan 50:50? Selain itu, tidak ada pelanggan yang perlu menempuh jarak yang cukup jauh atau lebih dari 0,5 poin?
Jika mengikuti keinginan pelanggan, tentunya solusi seperti yang diilustrasikan gambar 4 adalah yang paling memuaskan. Namun, nyatanya yang terbaik bagi pelanggan belum tentu terbaik bagi bisnis. Masalahnya, dalam ilustrasi 4, jika sedikit saja toko I memilih lokasi ke kanan, maka dia akan mendapatkan keuntungan yang lebih optimal. Demikian juga jika toko A bergeser sedikit ke kiri, maka toko I akan mendapatkan lebih sedikit pelanggan. Pertimbangan inilah yang membuat I dan A akan lebih optimal menjalankan bisnis jika berada di titik yang sangat berdekatan atau sama yaitu, titik tengah 1.
Logika kompetisi dalam model Hotelling’s game ini juga dapat digunakan untuk memahami isu persaingan dalam pemilu. Misalkan saja, ada dua kandidat dalam pemilu. Masing-masing harus memilih posisi politik. Seperti logika jalan 0-2 dalam kasus toko waralaba, posisi politik juga dapat diandaikan antara 0 hingga 2. Andaikan bahwa 0 adalah sangat nasionalis dan 2 adalah sangat religius. Sewajarnya, pemilik hak suara akan memberikan suara kepada kandidat yang memiliki pandangan paling dekat dengan mereka.
Dengan asumsi bahwa para pemilik suara tersebar dalam posisi-posisi politik tersebut, kedua kandidat juga akan bergerak ke tengah. Artinya, tidak ada kandidat yang sangat nasionalis ataupun sangat religius. Alasannya tentu agar dapat mengakomodasi posisi politik yang lebih banyak. Inilah sebabnya mengapa kita seringkali sulit membedakan kampanye politik antara satu kandidat dengan lainnya. Dalam kasus ini model penjelasan lebih dikenal sebagai median voter theorem.
Referensi:
McCarty, N., & Meirowitz, A. (2007). Political Game Theory: An Introduction (Analytical Methods for Social Research). Cambridge: Cambridge University Press. DOI:10.1017/CBO9780511813122
Topper, D & Vincent, D. (2007). Einstein’s 1934 Two-blackboard Derivation of Energy-mass Equivalence. American Association of Physics Teachers. DOI: 10.1119/1.2772277. Diunduh dari https://www.relativitycalculator.com/pdfs/einstein_1934_two-blackboard_derivation_of_energy-mass_equivalence.pdf
Comments
Post a Comment